Kemiskinan

Diposting oleh S Kelana | 10.52 | | 2 komentar »

Oleh:Andre Ata Ujan

Jumlah orang kaya dan superkaya di Asia meningkat, dengan negeri Sakura, Jepang, sebagai penyumbang tertinggi mencapai angka 1,47 juta high net worth individuals (HNWI) atau 43,7 persen dari total HNWI di Asia. Selain Tiongkok, yang berada pada peringkat kedua (7.8 persen), ikut masuk dalam daftar indikator HNWI adalah Australia (10,3 persen), Korea Selatan (14,1 persen), Singapura (21,2 persen), India (29,5 persen), dan Indonesia (16,0 persen) atau 2,1 persen lebih tinggi dari Korea Selatan, negara Asia yang telah berhasil menyejajarkan diri dengan negara-negara makmur di belahan barat dunia. Bahkan bersama India dan Singapura, Indonesia mencatat "prestasi" luar biasa karena ikut menempatkan diri sebagai bagian dari wilayah dengan tingkat pertambahan orang kaya dan superkaya tercepat di Asia.

Pada saat yang sama, manusia seantero dunia mengumandangkan perang melawan kemiskinan. Hari antikemiskinan, 17 Oktober, diperingati meriah. Melalui program Millennium Development Goals, dunia bertekad memberantas kemiskinan. Di Indonesia gerakan antikemiskinan digelar massal menjangkau pelosok-pelosok, termasuk pedalaman Kalimantan dan Papua, dua wilayah kaya-raya yang sebagian besar pendudukanya masih dililit kemiskinan. Mengapa wajah suram seperti ini terus berlanjut?

Besarnya jurang kaya dan miskin, yang ditandai dengan peningkatan jumlah orang kaya dan superkaya di satu-pihak dan masih terus terseretnya sebagian besar penduduk dunia dalam kemiskinan di lain pihak, layak dibaca sebagai wajah kegagalan ekonomi pasar sebagai sistem pengentas kemiskinan.

Dengan filosofi neo-liberalisme yang sangat mengagungkan kepentingan individual, ekonomi pasar mematikan moral sentiment manusia dan sekaligus membangun kultur persaingan yang mengabaikan kepentingan bersama. Prinsip no harm dan sympathy yang oleh Adam Smith dilihat sebagai kemampuan moral untuk membendung egoisme ekonomi menjadi tak berdaya berhadapan dengan nafsu mengejar kepentingan diri (self-interest).

Akumulasi Modal

Kehadiran orang kaya dan superkaya di tengah kemiskinan menunjukkan betapa ekonomi pasar berhasil mendorong akumulasi modal pada sekelompok kecil orang sambil memperdalam nestapa kemiskinan sebagian besar orang lain. Berada di jantung penyebab kegagalan itu adalah doktrin pokok neo-liberalisme, yang mereduksi manusia menjadi melulu homo economicus (manusia ekonomi). Satu-satunya relasi bermakna adalah relasi transaksi jual-beli. Nilai manusia tidak lagi terletak pada being (kualitas manusia kepribadian), melainkan pada having (milik material).

Jumlah rumah mewah, luas tanah, serta seberapa banyak mobil mewah yang dimiliki menjadi ukuran kualitas manusia. Tidak mengherankan kalau korupsi lalu bermetamorfosa menjadi "budaya" sehingga sang koruptor memilih senyum dan melambaikan tangan ketimbang menutup muka ketika disorot kamera televisi menjelang masuk gerbang rumah tahanan.

Yang menyakitkan adalah dalam tata nilai absurd seperti ini orang miskin justru menyubsidi orang kaya. Seorang petani miskin di Nusa Tenggara Timur, misalnya, harus mengeluarkan uang lebih banyak daripada orang di Jakarta untuk membayar sandal jepit dengan kualitas yang sama. Padahal, untuk itu pasar yang sama telah memaksanya menjual panenannya dengan harga sangat murah. Dengan demikian, seorang petani miskin sekurang-kurangnya dua kali mengalami kerugian akibat hantaman pasar yang memang tidak mengenal dialog (negosiasi) selain kompetisi.

Akumulasi modal pada sekelompok kecil orang lalu menjadi tak terhindarkan. Dengan demikian, ekonomi pasar bekerja dengan efek paradoksal: mendorong ke atas untuk mereka yang kuat sambil menendang ke bawah bagi yang lemah. Jelas etos homo economicus membuat kolonialisme kapitalisme tak terhindarkan, bahkan berkelanjutan.

Setengah hati

Milton Friedman, ekonom Harvard yang menjadi salah satu pendukung kontemporer teori pasar bebas, katanya, telah "bertobat". Dulu, sebagaimana dikutip O'Neill, kata kunci untuk ekonomi, demikian Friedman, adalah "privatisasi". Tetapi, sekarang telah bergeser ke "regulasi" (John O'Neill, The Market, 1998). Friedman, yang awalnya sangat menekankan keuntungan ekonomis sebagai satu-satunya tujuan bisnis, tampaknya sadar bahwa prinsip internal self-regulation yang selama ini menjadi tameng normatif beroperasinya bisnis dalam etos ekonomi pasar tidak lagi memadai.

Dengan demikian, kalau angka kemiskinan masih sangat tinggi (35 persen?) untuk sebuah negara kaya seperti Indonesia, hal ini terjadi karena tiga hal. Pertama, karena otoritas negara tidak mampu membangun sistem (baca: regulasi) sosial-ekonomi yang pro rakyat. Keluhan bahwa pengusaha kecil atau rakyat biasa tak punya akses pada dunia perbankan, misalnya, menjadi bukti betapa pemerintah bersikap setengah hati dalam membela kepentingan rakyat banyak. Karena itu property ownership democracy (John Rawls, Political Liberalism, 1996), gagasan politik ekonomi yang menjadi prasyarat pembangunan kesejahteraan sosial pun tak akan pernah terwujud.

Kedua, generasi muda yang seharusnya membawa perbaikan dalam sistem perekonomian serta pelbagai dimensi peradaban lainnya, dipaksa secara sistematis untuk menjalani pendidikan dalam tekanan kultur pasar. Perguruan tinggi lalu cenderung pragmatis, menghasilkan anak-anak muda terampil sesuai selera pasar. Entrepreneurship, yang qua defenisi berorientasi pada prestasi dan tanggung jawab individu pada dirinya sendiri, oleh sebagian perguruan tinggi lalu dipuja sebagai dewa penyelamat di tengah persaingan yang terus meningkat.

Padahal, kendati memiliki sejumlah nilai positif dari segi bisnis, dalam dunia pendidikan pengagungan terhadap entrepreneurship dengan kompetisi sebagai nilai sentralnya dapat menghambat tumbuhnya rasa kebersamaan dan sikap altruis, dua nilai penting yang mendorong lahirnya tanggung jawab sosial. Implikasinya, penyakit sosial seperti kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan tidak lagi menjadi tanggung jawab bersama melainkan urusan perorangan, individual.

Godaan bagi perguruan tinggi untuk bertumpu pada etos bisnis seperti ini sebagian disebabkan oleh sikap setengah hati pemerintah dalam memenuhi amanat Konstitusi. Anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN sampai sekarang tak kunjung terealisasi. Artinya, pendidikan tidak pernah masuk skala prioritas utama dalam kebijakan pembangunan.

Ketiga, angka kemiskinan akan tetap tinggi karena ekonomi pasar diperlakukan sebagai sesuatu yang given. Padahal sebagai ciptaan manusia, teori ini selalu bisa dimodifikasi, atau bahkan ditinggalkan. Di sini regulasi untuk menjinakkan pasar dan membuatnya lebih berwajah humanis menjadi krusial. Sayang, gejala ke arah itu belum sangat jelas, sementara sebagian besar anak bangsa terus terbelit kemiskinan di tengah alam dan bumi Indonesia yang kaya-raya. Ke mana kekayaan itu?

Penulis adalah staf Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya, Jakarta
http://www.suarapembaruan.com/News/2007/10/20/Editor/edit01.htm
Read More ->>>

Kubaca (Lagi) Ronggeng Dukuh Paruk.

Diposting oleh S Kelana | 05.46 | | 3 komentar »


Saya membaca kembali Novel “Ronggeng Dukuh Paruk”. Buku ini saya beli lima tahun yang lalu, setelah itu saya lupa dimana menaruhnya. Baru tadi siang buku itu kutememukan kembali, ia terselip diantara buku-bukuku.


Dimana kekuatan novel ini, menurutku ada dua. Pertama, pengarangnya menulis suatu yang sangat real, masalah-masalah orang kecil yang terjadi sebagai akibat dari kemiskinan. Ia menuliskan ‘kisah nyata’ yang dialami oleh orang-orang kecil. Kedua, kemampuan bercerita dari Ahmad Tohari sendiri yang lancar, renyah, tidak mengada-ada. Disamping itu, ia bercerita dengan bahasa rakyat dan menunjukkan bahwa ia sangat paham dan mengerti konteks, setting dan kosmologi masyarakat Dukuh Paruk tentang Ronggeng.

Novel Ronggeng Dukuh Paruk pada dasarnya merupakan sketsa, sebuah potret cultural dan structural dari kampong Dukuh Paruk yang dilanda kemelaratan. Menjadi ronggeng, merupakan terobosan untuk meningkatkan status social seseorang. Tidak heran kemudian, jika para perempuan di dukuh paruk, mimpinya adalah bagaimana menjadi ronggeng. Sayangnya, tidak semua orang menjadi ronggeng, sebab hanya orang-orang ‘terpilih’ belaka yang bias menjadi ronggeng. Dengan statusnya sebagai ronggeng, maka kemudian naik dan bisa berhubungan tokoh-tokoh penting. Tentu saja hubungan ini semata-mata dilandasi oleh hasrat melampiaskan gairah kelaki-lakian.

Novel ini juga mengangkat sisi fenimisme, dengan bahasa yang santun, tidak meledak-ledak sebagaimana bahasa yang sering digunakan oleh kaum feminist. Srintil menjadi korban dari kultur, struktur masyarakat dan politik yang berkembang. Dalam kultur dan struktur masyarakat dukuh paruh, berkembang kenyakinan bahwa adanya ronggeng di dukuh itu adalah perlambang. Simbol dari jati diri dukuh paruk. Nilai-nilai atau kenyakinan itu dikembangkan oleh anak cucu Ki Secamenggala.

Tak kalah menariknya adalah konteks politik, Srintil yang tidak tahu apa-apa soal politik juga harus berurusan dengan yang berwajib karena saat itu kesenian ronggeng dipakai sebagai alat kampanye PKI. Dalam sebuah wawancara di bulletin RUAS, karena menulis soal setting 65 ini, dirinya sempat dipanggil BIN. Dan dirinya dianngap sebagai Islam semangka.

Read More ->>>

Wow, Kimi Juara Dunia Kini

Diposting oleh S Kelana | 20.42 | | 2 komentar »

Saya langsung tersentak begitu Kimmi “the ice man” Raikkonen mobilnya melewati menghabiskan putaran ke 71 atau melewati garis finis Circuit Interlagos, disusul kemudian Filipe Massa, Fernando Alonso, disusul Nico Rosberg, Kubica dan Nick Heidfeld. Sementara Hamilton finis pada urutan ke tujuh. Kemenangan itu, dengan mempertimbangkan posisi Alonso dan Hamilton, jelas langsung meneguhkan dirinya sebagai juara dunia musim balapan 2007 ini. Selamat Kimi, Anda memang layak menjadi juara. Selamat..

Kemenangan itu sungguh luar biasa. Kemenangan yang jelas-jelas tidak mudah dan pasti team Ferrari berdebar jantungnya, demikian halnya seluruh penggemar Ferrari, termasuk saya tentunya.

Sebelumnya, jika dihitung-hitung secara matematis, peluang Kimmi untuk menjadi juara sangat kecil meningat dua pembalap Mc Laren sama-sama sebelum balapan menempati urutan tertinggi.

Sebagian pengamat banyak mengunggulkan Mc Laren dan di atas kertas memang peluangnya lebih besar untuk menduduki juara. Utamanya Lewis Hamilton. Sebelum balapan ia menempati puncak klasemen dengan koleksi 107 poitn. Sementara rekan satu teamnya, Fernando Alonso pointnya 103, sedangkan pembalap Ferrari menempati urutan ketiga denngan point yang dikumpulkan sebanyak 100. Jadi jelas, dua pembalap Mc Laren unggul.

Hamilton akan dengan sendirinya akan menjadi juara dunia jika ia berhasil finis diurutan ke satu atau kedua, tanpa mempertimbangkan hasil Fernando Alonso. Demikian juga ia akan tetap menjadi juara dunia jika ia gagal lomba asalkan Alonso tidak lebih baik dari posisi kelima dan Raikkonen tidak lebih baik dari posisi ketiga. Sementara Alonso akan menjadi juara dunia jika ia memenangi balapan dan Hamilton tidak tidak lebih baik dari posisi ketiga. Demikian halnya jika Alonso pada urutan keempat ia tetap akan menjadi juara dunia asalkan Hamilton gagal finish, sedangkan posisi Kimi tidak lebih baik dari posisi ketiga.

Kimi pelaungnya kecil mesti terbuka. Kimi akan menjadi juara dunia jika memenangi lomba dan Alonso finis ketiga atau lebih lebih buruk, sedangkan Hamilton finis keenam atau lebih buruk. Kimi juga akan tetap menjadi juara dunia jika ia finis kedua jika Alonso menempati posisi tidak lebih baik dari empat, sedangkan Hamilton finis ururan ke delapan atau lebih buruk.

Terseok Di Awal

Setelah gagal merebut juara di musim 2006 menjadi juara, musim 2007 juga bukan suatu mulus bagi Ferrari. Sebaliknya, Mc Laren tampak sangat jumawa sejak awal lomba. Saingat terkedatnya, McLaren sukses, setelah memprotes movable floornya Ferrari. Tak hanya itu, keberhasilan protes itu juga diikuti oleh performa pembalapnya Fernando Alonso danLewis Hamilton, yang sangat meyakinkan.

Di luar race, moral Ferrari semakin meningkat dan sebaliknya moral McLaren menurun seiring terbongkarnya skandal mata-mata dan akhirnya menjadi pihak yang dinyatakan bersalah. Klimaknya. seluruh poin konstruktor dihapus. Pukulan pertama, dimana team McLaren harus mengubur impian jadi juara dunia konstruktor.

Ditambah lagi, dipicu perseteruan internal atau adanya rivalitas antara Alonso dan Hamilton. Keduanya bekerja sendiri-sendiri. Di luar race, kabarnya dua pembalap itu juga sudah pada tahap tidak saling menyapa. Rivalitas itu sangat nyata pada race di Interlagos. Alonso seperti sangat enggan dilewati Hamilton yang juga terlihat sangat bernafsu melewati rekannya. Implikasinya, mobil tunggangan Hamilton sempat keluar dari lintasan.





Klasemen GP Formula 1 Formula 1 Musim 2007

Klasemen pembalap
No. Pembalap Tim Poin
1. Kimi Raikkonen (Finlandia) Ferrari 110
2. Lewis Hamilton (Inggris) McLaren Mercedes 109
3. Fernando Alonso (Spanyol) McLaren Mercedes 109
4. Felipe Massa (Brasil) Ferrari 94
5. Nick Heidfeld (Jerman) BMW Sauber 61
6. Robert Kubica (Polandia) BMW Sauber 39
7. Heikki Kovalainen (Finlandia) Renault 30
8. Giancarlo Fisichella (Italia) Renault 21
9. Nico Rosberg (Jerman) Williams 20
10. David Coulthard (Skotlandia) Red Bull 14
11. Alexander Wurz (Austria) Williams 13
12. Mark Webber (Australia) Red Bull 10
13. Jarno Trulli (Italia) Toyota 8
14. Jenson Button (Inggris) Honda 6
15. Sebastian Vettel (Jerman) Toro Rosso 6
16. Ralf Schumacher (Jerman) Toyota 5
17. Takuma Sato (Jepang) Super Aguri 4
18. Vitantonio Liuzzi (Italia) Toro Rosso 3
19. Adrian Sutil (Jerman) Spyker 1
20. Anthony Davidson (Inggris) Super Aguri -
21. Scott Speed (Amerika) Toro Rosso -
22. Rubens Barrichello (Brasil) Honda -
23. Christijan Albers (Belanda) Spyker -
24. Markus Winkelhock (Jerman) Spyker -


Konstruktor
No Team Point
1. McLaren Mercedes 218
2. Ferrari 204
3. BMW Sauber 100
4. Renault 51
5. Williams 33
6. Red Bull 24
7. Toyota 13
8. Toro Rosso 9
9. Honda 6
10. Super Aguri 4
11. Spyker


Read More ->>>